Terima kasih kepada teman-teman yang telah berpartisipasi atas terselenggaranya Reuni Patbhe-1979 tahun 2009, terima kasih pula kepada teman-teman yang belum berkesempatan datang atas do'a kalian sehingga acara dapat berjalan dengan lancarBlog ini dimaksudkan sebagai sarana untuk "ngumpulne balung pisah" diantara alumni SMA 4Bhe Yogyakarta yang masuk tahun 1976 dan atau yang lulus tahun 1979

Kamis, Februari 05, 2009

Gudeg Pawon


Gudeg….??? Ya, itulah salah satu ciri khas kuliner kota Yogya yang paling tua. Banyak warung gudeg bertebaran di seantero kota Yogya dan sekitarnya, dimulai dari Yogya sebelah utara di dekat kampus UGM (gudeg “Yu Djum”, Bu Ahmad dll) sampai ke selatan, yang tersohor adalah gudeg Wijilan di sebelatan plengkung Wijilan (Jl.Wijilan). Di jantung kota, seperti dekat pasar Kranggan ada gudeg Juminten yang cukup tua usianya. Lalu ke arah Solo dekat bandara Adisucipto ada gudeg Bu Tjitro yang penyajiannya lebih “elit”. Rata-rata warung gudheg menyajikan konsep penjualan yang tidak jauh beda dengan jenis makanan lain, yaitu dimakan di tempat atau dibungkus di bawa pulang. Tempat usahapun sama, berbentuk warung/rumah makan dengan meja kursi ataupun lesehan, baik indoor atau outdoor (di trotoar jalan).

Lantas, apa keunikan Gudeg Pawon ? Apa bedanya dengan yang lain ?
Di dalam ilmu marketing, ada istilah diferensiasi, baik diferensiasi produk, pelayanan penjualan dan lain-lain. Gudeg Pawon memilih diferensiasi pelayanan penjualan sebagai ciri khasnya.

Pertama, ini ciri yang paling utama sesuai dengan namanya “Gudeg Pawon”, sambil duduk di kursi plastik/lincak bambu seadanya maupun berdiri, pengunjung dapat menyantap hidangan di dalam dapur (jawa=”pawon”) sekaligus melihat-lihat aktivitas mbah-mbah melayani pengunjung atau memasak dengan tungku berbahan bakar kayu. Kalau pengunjung merasa pengap dengan asap tungku, bisa keluar dan duduk di kursi yang disediakan. Kebersihan “pawon”-pun cukup terjaga dengan baik, untuk ukuran dapur masak di kampung masih cukup rapi walaupun dinding dapur berwarna agak kusam akibat asap tungku. Nuansa “pawon” jadi begitu semakin terasa ketika kita menengadah ke atap tanpa langit-langit/plafon, jelaga asap tungku berwarna hitam menempel pada kuda-kuda plafon. Tungku memasak maupun “dandang” dan kukusannyapun bergaya klasik tempoe doeloe. Barangkali karena bukanya malam hari dan pencahayaan di dalam pawon hanya secukupnya saja, kesan pawon yang kusam bisa dikurangi.

Ada cerita unik mengapa dinamakan “Gudeg Pawon”. Konon penjual gudeg sejak tahun 1958 ini dulunya adalah penjual gudeg keliling. Karena rasanya yang sangat lezat, para pembeli tidak sabar menanti lewatnya penjual gudeg keliling ini, sehingga akhirnya mereka langsung mendatangi dapur tempat pembuatannya untuk membeli gudeg secara langsung. Kebiasaan itulah yang akhirnya mengilhami nama “Gudeg pawon” sampai sekarang.

Kedua, Gudeg Pawon merupakan salah satu kuliner dini hari karena buka mulai jam 23.30 sampai jam 05.00 pagi. Tetapi seringkali jam 01.00 pilihan menunya sudah tidak komplit lagi (kadang-kadang daging ayam atau sambal goreng krecek sudah habis, tinggal telur ayam saja).

Ketiga, lokasi, posisi warung Gudeg Pawon boleh dibilang masuk gang kecil, kira-kira masuk sejauh 20 meter dari jalan kampung (Jl.Janturan), secara umum mudah terjangkau walaupun agak tersembunyi. Tidak ada satupun papan nama di pinggir jalan kampung, satu-satunya tanda adalah deretan kendaraan roda 4 dan roda 2 yang diparkir di pinggir jalan kampung (Jl.Janturan). Ancar-ancarnya, dari Jl. Kusumanegara pada pertigaan di depan Toserba Pamela belok ke selatan (Jl.Janturan), setelah melewati kampus Universitas Teknologi Yogyakarta (UTY, Kampus 3) dan sebelum Universitas Ahmad Dahlan (UAD), maka anda akan menemukan sebuah gang kecil yang di depannya banyak diparkir kendaraan.
Untuk teman-teman patbhe-1979 dan keluarga, kalau mau mencoba Gudeg Pawon bisa kontak dulu ke Wahyuni, kebetulan lokasinya dekat rumahnya,...dan dengan senang hati dia mau koq jadi guide....he..he..he...!!
Harganya ……??? Woooow lumayan murah, silahkan dicoba sendiri…, Rp 50ribuan untuk empat orang masih ada uang kembaliannya koq !!

Warga patbhe-1979 (Wahyuni, Barjono, Toni Rifiyanto dan Dyah) sekitar awal Desember 2008 yang lalu sempat mampir ke Gudeg Pawon. Komentarnya…??? mak nyuusss tenan……!!!!. Karena keunikan dan cita rasanya yang khas, tidak heran kalau Pak Bondan Winarno juga pernah ke sini.

Peta lokasi menuju Gudeg Pawon (kalau mau lihat yang lebih jelas, bisa lihat dengan foto satelit dari Google Map, klik disini , posisi Gudeg Pawon di tengah-tengah bidang foto satelit dengan tanda [+]).


Pintu masuk menuju pawon (dapur) terlihat dari luar

Kalau mau makan, antri dulu.....!!!

Informasi jam buka warung, tergantung seadanya di dinding pawon bagian luar.

Suasana di dalam pawon :

Langit-langit berwarna hitam karena asap dari tungku pembakaran

Papan peringatan kewaspadaan yang ditempel di dinding luar pawon, dulunya diperuntukkan bagi pengunjung yang datang siang hari. Sekarang ini, karena bukanya menjelang dinihari dan lokasi parkir sudah ada tukang parkir, papan peringatan ini sudah tidak ada fungsinya.

5 komentar:

Anonim mengatakan...

buy valium online buy valium canada - buy valium online no prescription cheap

Anonim mengatakan...

xanax no rx xanax and alcohol lethal dose - xanax overdose kill

Fipi mengatakan...

Antrinya ga nahan haha

popo mengatakan...

Enak sih, gara-gara gude permata downgrade rasanya , so far ini gudeg malam yang enak, gudeg kayu masih kalah sih

juna mengatakan...

Akh, jadui kangen Jogja >.< cuma bs ntip gudeg wijilan / gudeg kaleng sekarang, hikss. kangen gudeg basah