Engkau sosok yang tegarSetegar gunung yang di terpa anginSebilah pedang samurai yang tertancap di medan perangBelum dapat menandingi katabahan diriEngkau adalah gurukuIdola yang memberikan arti di kehidupankuMenambah semangat juangkuMengajari aku agar lebih tahu sesuatuMembimbingku agar dapat meraih impiankuSekarang...Di hari tuamu engkau hanya dudukDuduk menunggu murid-muridmu menjengukmuMurid-murid yang dulu engkau tuntunMasihkah mereka mengingat dirimu...Engkau sekarang masih seperti duluTabah manghadapi kehidupan dirimuWalau engkau tidak seprofesi dulu...Engkau tetap guru-ku...
Murid-muridmu merindukanmu...Dan mendoakanmu selalu....
Jumat, Februari 27, 2009
Untuk Bapak Mawardi Rahimin
Minggu, Februari 22, 2009
Nostalgia : menelusuri bekas sekolah kita
Tidak terasa sudah hampir 30 tahun kita meninggalkan SMA 4 Bhe Yogyakarta, yang dulu terletak di Jl.Yos Sudarso No.7, waktu itu kampusnya masih jadi satu dengan SMA 3 Bhe Yogyakarta. Bagi teman-teman yang sejak lulus SMA sampai sekarang masih berdomisili di Yogyakarta dan sekitarnya, atau yang anaknya sekolah di SMA 3 Bhe, barangkali sosok bangunan berarsitektur jadul itu sudah terlalu biasa untuk dilihat-lihat. Tapi bagi yang berdomisili jauh di luar kota dan jarang pulang ke Yogyakarta, ada kesan tersendiri ketika menatap bangunan bekas sekolahnya dulu. Selama 3 tahun kita menempati gedung yang sama dengan SMA 3Bhe di Jl.Yos Sudarso No.7, dan kurang lebih 6 bulan di gedung baru Jl.Magelang, Karangwaru. Kesan yang mendalam tentunya ketika di kampus lama, walaupun masuk sekolah siang dan harus bergantian ruangan dengan SMA 3 Bhe. Sedangkan di kampus baru, waktu itu kondisinya masih ½ jadi dan hanya dipakai untuk pendalaman materi pelajaran guna mengisi kekosongan waktu ketika ada pengunduran tahun ajaran baru selama 6 bulan.
Mari kita menelusuri relung-relung bekas sekolah kita di kampus lama.
(Foto-foto dipinjam dari http://sma3jogja.com/)
Kampus lama
Kampus baru
Senin, Februari 16, 2009
Dokumentasi Ulang Tahun FPI (Fita, Pratiwi, Iding)
[1]. Untuk mengetahui judul foto, letakkan kursor di atas foto bersangkutan [2]. Untuk memperlambat, menghentikan atau mempercepat slideshow, klik icon masing-masing bertanda (-),() atau (+) pada bagian kiri bawah slideshow
Sabtu, Februari 14, 2009
Wedang Uwuh
Asal-Usul
Wedang berarti minuman, Uwuh berarti sampah….!!. Jadi, kalau diterjemahkan secara letterlijk, berarti minuman sampah. Secara visual mungkin benar karena WU berbahan baku dari bermacam-macam tumbuhan yang dicampur dalam satu seduhan. Secara substansial berbeda dengan makanan yang dikategorikan junk-food (makanan sampah, suatu pengkategorian untuk makanan cepat saji ala Amrik) karena WU ini bisa dikategorikan sebagai minuman yang justru menyehatkan badan, berbeda dengan junk-food.
Konon, WU berasal sejak dari jaman Sultan Agung. Ketika itu, baginda Sultan Agung bersama-sama para punggawanya sedang mencari lokasi makam yang pas untuk keluarga kerajaan. Setelah mencari beberapa alternatif, terpilihlah Bukit Merak di Imogiri sebagai lokasi makam. Penetapan lokasi ini dilakukan setelah Sultan Agung melakukan semacam khalwat (nenepi) dalam waktu cukup lama, untuk mohon petunjuk kepada Yang Maha Kuasa. Pada suatu hari Sultan Agung memerintahkan seorang abdi dalem untuk membuatkan minuman yang dapat menghangatkan badannya dari terpaan hawa dingin Bukit Merak. Abdi dalem tersebut akhirnya membuat minuman berbahan dasar tumbuhan secang (wedang secang) dan menyajikannya dalam sebuah gelas, serta meletakkannya di sebuah meja kecil. Sementara itu, Sultan Agung masih terus melakukan khalwat-nya di bawah pepohonan. Karena terpaan angin di Bukit Merak yang kencang malam itu, beberapa ranting dan daun dari bermacam-macam pepohonan di situ secara kebetulan jatuh ke dalam gelas. Beberapa saat kemudian, Sultan Agung mendatangi gelas yang berisi wedang secang. Karena malam itu sangat gelap gulita, beliau tidak menyadari kalau gelas wedang secang sudah tercampur dengan daun dan ranting yang berguguran diterpa angin malam….. akhirnya beliau meminumnya. Pagi harinya, Sultan Agung memanggil abdi dalemnya dan mengatakan bahwa wedang secangnya jauh lebih enak, lebih menghangatkan badan dan berkhasiat dibandingkan wedang secang yang biasanya dibuat. Abdi dalem akhirnya mengetahui, tumbuhan apa saja yang telah masuk ke dalam gelas sehingga membuat minumannya lebih enak dan berkhasiat.
Barangkali dari peristiwa itulah asal mulanya konsep minuman yang berasal dari bermacam-macam tumbuhan yang mengilhami istilah WU.
Campuran dan Khasiat
Khasiat minuman ini diantaranya : menyembuhkan batuk ringan, pegal-pegal, perut kembung dan masuk angin. Mengenai rasanya, hampir mirip sekoteng namun aroma rempah-rempahnya lebih terasa. Tampilan WU ini cukup menarik, berwarna merah muda alami yang didapat dari seduhan tumbuhan secang.
WU banyak dijual di warung-warung sepanjang jalan menuju makam raja-raja di Imogiri (ada sekitar 20 warung). Harga per porsi jika diminum di tempat sekitar Rp. 1500 , kalau dalam kemasan dijual seharga Rp. 1000 (seribu perak saja !!). Kalau ingin membeli dalam kemasan dan menyeduh sendiri, semua bahan (kecuali gula batu tentunya), harus dicuci lebih dahulu. Setelah diseduh dengan air panas, diaduk pelan-pelan saja supaya gula batu tidak mencair sekaligus sehingga bisa diseduh/ditambah air panas sampai tiga kali. Waktu paling tepat menikmati WU adalah ketika cuaca dingin, misalnya malam atau pagi hari.
Letak Imogiri beserta warung-warung yang menjual WU dan makam raja-raja Mataram Ngayogyokarto Hadiningrat dalam Wikimapia dapat dilihat disini.
Kalau mau pesan WU dalam kemasan, bisa menghubungi : (sorry…, ini
bukan iklan lho..!!)
Ibu Puji Lestari/Bambang Sugiharyono
Alamat : Pajimatan, Girirejo, Imogiri, Bantul, Yogyakarta 55782
No HP : 0274-9290850/0813-28014763
Mbak Purwanti
No. HP : 0878-38268542
Mbah Sudi
No. HP : 0818-02705771
Ramuan WU dalam kemasan
Memasukkan ramuan WU dalam kemasan
Kamis, Februari 05, 2009
Gudeg Pawon
Lantas, apa keunikan Gudeg Pawon ? Apa bedanya dengan yang lain ?
Di dalam ilmu marketing, ada istilah diferensiasi, baik diferensiasi produk, pelayanan penjualan dan lain-lain. Gudeg Pawon memilih diferensiasi pelayanan penjualan sebagai ciri khasnya.
Pertama, ini ciri yang paling utama sesuai dengan namanya “Gudeg Pawon”, sambil duduk di kursi plastik/lincak bambu seadanya maupun berdiri, pengunjung dapat menyantap hidangan di dalam dapur (jawa=”pawon”) sekaligus melihat-lihat aktivitas mbah-mbah melayani pengunjung atau memasak dengan tungku berbahan bakar kayu. Kalau pengunjung merasa pengap dengan asap tungku, bisa keluar dan duduk di kursi yang disediakan. Kebersihan “pawon”-pun cukup terjaga dengan baik, untuk ukuran dapur masak di kampung masih cukup rapi walaupun dinding dapur berwarna agak kusam akibat asap tungku. Nuansa “pawon” jadi begitu semakin terasa ketika kita menengadah ke atap tanpa langit-langit/plafon, jelaga asap tungku berwarna hitam menempel pada kuda-kuda plafon. Tungku memasak maupun “dandang” dan kukusannyapun bergaya klasik tempoe doeloe. Barangkali karena bukanya malam hari dan pencahayaan di dalam pawon hanya secukupnya saja, kesan pawon yang kusam bisa dikurangi.
Ada cerita unik mengapa dinamakan “Gudeg Pawon”. Konon penjual gudeg sejak tahun 1958 ini dulunya adalah penjual gudeg keliling. Karena rasanya yang sangat lezat, para pembeli tidak sabar menanti lewatnya penjual gudeg keliling ini, sehingga akhirnya mereka langsung mendatangi dapur tempat pembuatannya untuk membeli gudeg secara langsung. Kebiasaan itulah yang akhirnya mengilhami nama “Gudeg pawon” sampai sekarang.
Kedua, Gudeg Pawon merupakan salah satu kuliner dini hari karena buka mulai jam 23.30 sampai jam 05.00 pagi. Tetapi seringkali jam 01.00 pilihan menunya sudah tidak komplit lagi (kadang-kadang daging ayam atau sambal goreng krecek sudah habis, tinggal telur ayam saja).
Ketiga, lokasi, posisi warung Gudeg Pawon boleh dibilang masuk gang kecil, kira-kira masuk sejauh 20 meter dari jalan kampung (Jl.Janturan), secara umum mudah terjangkau walaupun agak tersembunyi. Tidak ada satupun papan nama di pinggir jalan kampung, satu-satunya tanda adalah deretan kendaraan roda 4 dan roda 2 yang diparkir di pinggir jalan kampung (Jl.Janturan). Ancar-ancarnya, dari Jl. Kusumanegara pada pertigaan di depan Toserba Pamela belok ke selatan (Jl.Janturan), setelah melewati kampus Universitas Teknologi Yogyakarta (UTY, Kampus 3) dan sebelum Universitas Ahmad Dahlan (UAD), maka anda akan menemukan sebuah gang kecil yang di depannya banyak diparkir kendaraan.
Untuk teman-teman patbhe-1979 dan keluarga, kalau mau mencoba Gudeg Pawon bisa kontak dulu ke Wahyuni, kebetulan lokasinya dekat rumahnya,...dan dengan senang hati dia mau koq jadi guide....he..he..he...!!Harganya ……??? Woooow lumayan murah, silahkan dicoba sendiri…, Rp 50ribuan untuk empat orang masih ada uang kembaliannya koq !!
Warga patbhe-1979 (Wahyuni, Barjono, Toni Rifiyanto dan Dyah) sekitar awal Desember 2008 yang lalu sempat mampir ke Gudeg Pawon. Komentarnya…??? mak nyuusss tenan……!!!!. Karena keunikan dan cita rasanya yang khas, tidak heran kalau Pak Bondan Winarno juga pernah ke sini.
Peta lokasi menuju Gudeg Pawon (kalau mau lihat yang lebih jelas, bisa lihat dengan foto satelit dari Google Map, klik disini , posisi Gudeg Pawon di tengah-tengah bidang foto satelit dengan tanda [+]).